Paper CBSA - Primary School Education Web \ Batman Begins - Help Select
Headlines News :
Home » » Paper CBSA

Paper CBSA

Written By Unknown on Jumat, 25 Juli 2014 | Jumat, Juli 25, 2014

       Rasional Pendekatan CBSA

keaktifan  pembelajaran  dalam  setiap  kegiatan  pembelajaran  merupakan  suatu prasyarat yang mutlak; dengan kata lain, tidak ada proses belajar yang tidak disertai keaktifan pebelajar di dalamnya. Oleh karena itu, permasalahan pokok dalam Pendekatan CBSA ini adalah bagaimana meningkatkan derajat keaktifan murid di dalam proses pembelajaran. Hal inilah yang menjadi fokus utama dari pendekatan CBSA: bagaimana mengupayakan agar di dalam pembelajaran itu  murid secara aktif terlibat di dalamnya, baik fisik maupun yang utama mental. Kajian dalam Sub Unit ini akan membahas rasional (aspek kemengapaan) dan pengertian (aspek apa) dari Pendekatan  CBSA
Karena belajar selalu berarti pebelajar harus aktif berinteraksi dengan lingkungan belajar tertentu (natural, social dan atau kultural), maka penggalakan kembali Pendekatan CBSA harus dimaknai sebagai upaya mengoptimalkan keaktifan murid di dalam pembelajaran agar hasil belajar juga menjadi optimal. Hal itu terutama karena adanya kenyataan obyektif yang dihadapi, serta harapan-harapan di masa depan. Beberapa kenyataan obyektif dan harapan tersebut (T. Raka Joni, 1985:9-11; Sulo Lipu La Sulo, dkk, 2002: 10) antara lain:

1.      Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) yang semakin dipercepat sehingga bahan ajar (isi mata pelajaran) akan cepat menjadi usang. Dengan demikian pebelajar dituntut untuk terus belajar, sehingga dalam pembelajaran: hasil belajar sama pentingnya dengan penguasan cara belajar yang tepat;
2.      Perkembangan yang cepat dari teknologi irfomasi dan komunikasi atau TIK (information and communication technology atau ICT) sehingga terbuka peluang yang sangat besar untuk memperoleh informasi selain yang disampaikan guru di sekolah. Dengan kata lain, terdapat beragam sumber belajar yang dapat dimanfaatkan oleh murid kapan dan dimana saja yang diinginkannya.
3.      Perubahan pandangan dan harapan tentang fungsi sekolah yakni dari fungsi seleksi (hanya yang unggul yang dapat lanjut) menjadi fungsi pengembangan (setiap murid dapat lanjut terus sesuai kemampuannya). Oleh karena itu, sekolah dituntut untuk berupaya sedemikian rupa sehingga semua murid dapat berkembang seoptimal mungkin sesuai kemampuan masing-masing. Di samping itu, sekolah diharapkan secara serentak menyiapkan peserta didiknya untuk mampu menyesesuaikan diri dengan masyarakatnya (fungsi sosialisasi) dan untuk mampu membaharui masyarakatnya itu (agen pembaharuan).
Selanjutnya pembahasan tentang mengapa Pendekatan CBSA perlu diterapkan dalam pembelajaran, T. Raka Joni (1993: 60-66) mengemukakan 2 (dua) alasan utama sbb:

1.      Alasan yang bersifat teknis-psikologis yakni hakekat belajar adalah pengubahan pengetahuan-pemahaman yang berkelanjutan melalui proses pemberian makna (baik sisi intelektual maupun emosional) oleh pebelajar terhadap pengalamannya berinteraksi dengan lingkungannya, yang dibedakan atas: .
Kebermaknaan intelektual pengalaman pebelajar itu dapat berarti:
-         terasimilasikannya (terbaurkan) isi pengalaman baru ke dalam struktur kognitif yang telah ada (asimilasi kognitif), atau
-          termodifikasinya struktur kognitif untuk mengakomodasikan (menempatkan) pengalaman baru itu (akomodasi kognitif), dan
-          selain proses kognisi (asimilasi dan akomodasi), proses belajar yang efektif akan berdampak pada proses meta-kognisi yakni terjadinya kesadaran pebelajar atas proses kognisinya itu serta terbentuknya kemampuan untuk mengendalikan proses kognisinya itu, dengan kata lain: pebelajar belajar
bagaimana belajar (learing how to learn).
2.   Kebermaknaan emosional pengalaman pebelajar berkaitan dengan kepemilikannya (sense of ownership) yakni pebelajar merasa bahwa isi pengalaman belajar itu penting baginya, baik pada saat mengalaminya maupun untuk waktu yang akan datang; motivasi intrinsik tersebut akan menjadi landasan terbentuknya kemampuan belajar mandiri.

B. Pengertian Pendekatan CBSA

Titik fokus kajian dalam Pendekatan CBSA adalah keaktifan pebelajar dalam proses pembelajaran, namun bukan berarti bahwa pihak lain yang terlibat dalam proses pembelajaran tersebut, utamanya guru, tidak perlu aktif. Dengan demikian, Pendekatan CBSA menekankan keaktifan semua pihak yang terlibat dalam proses pembelajaran tersebut, dengan pengertian keaktifan dalam rangka CBSA menunjuk kepada keaktifan mental, meskipun untuk mencapai maksud ini dalam banyak hal dipersyaratkan keterlibatan langsung dalam pelbagai bentuk keaktifan fisik” (T.Raka Joni, 1985: 1). Dalam mengkaji derajat keaktifan dalam pembelajaran,

McKeachie (1954, dari T.Raka Joni, 1985: 2) mengemukakan 7 (tujuh) dimensi yang dapat menjadikan variasi kadar keaktifan dalam pembelajaran itu , yakni:

1.      Partisipasi murid dalam menetapkan tujuan kegiatan pembelajaran,
2.      Penekanan pada aspek afektif dalam pembelajaran.
3.      Partisipasi  murid  dalam  pelaksanaan  kegiatan  pembelajaran,  terutama  yang berbentuk interaksi antar murid.
4.      Penerimaan guru terhadap perbuatan/kontribusi murid yang kurang relevan, bahkan salah;.
5.      Kekohesifan kelas sebagai kelompok,
6.      Kebebasan/kesempatan yang diberikan kepada murid untuk mengambil keputusan penting dalam kehidupan sekolah.
7.      Jumlah waktu yang dipergunakan untuk menanggulangi masalah pibadi murid.

Perlu ditekankan kembali  bahwa  “  CBSA adalah suatu pendekatan, bukan  suatu metode atau teknik mengajar”.(T. Raka Joni, 1993: 54). Pendekatan pembelajaran adalah cara umum dan atau asumsi dalam memandang dan atau menyikapi pembelajaran serta .permasalahannya, sehingga berdampak ibarat seseorang menggunakan kacamata dengan warna tertentu di dalam memandang alamsekitarnya yang seluruhnya akan seperti warna kacamata itu, seperti pendekatan sistem dalam pembelajaran, dll. Pendekatan Cara Belajar Siswa Aktif (Pendekatan CBSA) adalah suatu cara umum atau suatu gagasan konseptual tentang proses pembelajaran yang menurut T.Raka Joni (1993: 57), yang pada dasarnya (a) melihat kegiatan belajar sebagai pemberian makna secara konstruktivistik terhadap pengalaman oleh pebelajar, dan (b) dengan dituntun asas „tut wuri handayani‟ pengendalian kegiatan belajar harus meletakkan dasar bagi pembentukan prakarsa dan tanggungjawab belajar para pebelajar ke arah belajar sepanjang hayat”

Keaktifan murid dalam berinteraksi dengan berbagai sumber belajar tersebut harus didukung oleh keaktifan dan kreativitas guru, serta dukungan oleh sumber daya pendidikan lainnya (pustakawan, laboran, teknisi ICT , dll.(T.Raka Joni, 1985: 1; Sulo  Lipu  La  Sulo,  dkk,  2002:  11).  Dengan  kata  lain,  meskipun  dalam  nama Pendekatan CBSA hanya, siswa yang ditonjolkan, bukan berarti hanya siswa yang aktif, tetapi semua pihak yang terlibat dalam pembelajaran itu seharusnya semua aktif. Penonjolan „siswa‟ dalam nama itu karena yang paling berkepentingan dengan pembelajaran itu adalah siswa: sang muridlah yang terutama harus belajar, meskipun semua pihak lainnya dapat ikut belajar dalam pembelajaran itu..
Diagram 4 . 1 Klasifikasi Kegiatan Belajar - Mengajar

(K . Ya ma moto , 1969, dalam T . Raka Joni, 1985: 3)
Dari  Diagram  4.1  ternyata  bahwa  interaksi  guru-murid  dalam  situasi
Murid belajar

       
             Guru   mengajar


Ada Intensional


Ada Insidental


Tidak Ada
Ada Intensional
A.    Pembelajaran optimal
b. Brain washing
c. Kegagalan pembelajaran
Ada Insidental
D. Hasil ikutan (by-product), murid sadar.
E. Hasil Ikutan
(keteladanan Osmosis)
F. Ada situasi, respons murid tidak ada.
Tidak ada
G. Muri belajar mandiri
H.Rekreasi, tak niat belajar
I.Non intruksional


Pembelajaran dapat terjadi 9 (sembilan) kemungkinan sbb:

1.  Pembelajaran       berlangsung      optimal,      karena            guru      dan     murid terlibat dalam   pembelajaran dengan jntensif,
2.      Brain washing (cuci otak, indoktrinasi),
3.      Kegagalan pembelajaran, karena guru mengajar dengan intensif tetapi murid tidak belajar,
4.      Hasil ikutan (by-product) karena guru mengajar seadanya tetapi murid belajar intensif
5.      Hasil ikutan karena baik guru maupun murid tidak intensif dalam pembelajaran, namun terjadi proses keteladanan, peniruan, osmosis, dll,

6.      Ada situasi pembelajaran, tetapi murid tidak meresponsnya,
7.      Murid belajar mandiri, karena guru tidak mengajar, tetapi murid belajar intensif,
8.      Guru tidak mengajar, tetapi murid belajar seadanya, seperti dalam rekreasi tanpa niat belajar.
9.      Ada kegiatan guru dan murid tetapi bukan pembelajaran (administrasi murid, bayar uang sekolah, dll ).

C. Prinsip Pendekatan CBSA

Terdapat sejumlah prinsip belajar yang harus diperhatikan agar proses belajar itu dapat berhasil dengan efisien (berdaya guna) dan efektif (berhasil guna). Prinsip-prinsip tersebut dilandasi penelitian dalam psikologi belajar dan diujicobakan dalam pembelajaran. Prinsip-prinsip belajar tersebut dapat dijadikan titik tolak untuk meningkatkan derajat keterlibatan murid dalam pembelajaran. Prinsip-prinsip tersebut (Conny Semiawan, dkk, 1985: 9-13; Sulo Lipu La Sulo, dkk, 2002: 11) adalah sebagai berikut:

1.      Prinsip motivasi yakni penumbuhan motivasi belajar, baik motivasi intrinsik (motif yang menjadi bagian dari prilaku belajar: rasa ingin tahu) maupun motivasi ekstrinsik (diluar prilaku belajar: ingin hadiah dari orang tua). Guru hendaknya menjadi motivator yakni berusaha menumbuhkan motivasi belajar, utamanya motivasi intrinsik dalam belajar.
2.      Prinsip latar atau konteks yakni memposisikan pengalaman belajar baru yang akan/sedang dilakukan diantara pengalaman belajar yang telah menjadi miliknya (pengetahuan/pemahaman, nilai/sikap, dan atau ketrampilan yang telah dikuasai). Dengan pemberian kaitan (termasuk apersepsi), pengalaman belajar yang baru akan manjadi bagian dari struktur kognitif, baik melalui asimilasi (pembauran) maupun akomodasi (penempatan).
3.      Prinsip fokus yakni keterarahan kepada suatu titik pusat perhatian yang dapat dilakukan dengan cara merumuskan masalah yang hendak dipecahkan, pertanyaan yang hendak dijawab, konsep yang akan ditemukan, dsbnya. Titik fokus ini hendaknya menjadi pusat perhatian murid dan dapat mengaitkan atau menghubungkan seluruh bahan yang sedang dipelajari dengan khasanah kognitif yang telah ada.
4.      Prinsip sosialisasi (hubungan sosial) yakni belajar dalam kelompok agar dapat bekerjasama dengan teman sebaya dalam proses pembelajaran itu, seperti diskusi kelompok, kerja kelompok, dsb
5.      Prinsip belajar sambil bekerja, bermain, atau kegiatan lainnya yang sesuai dengan keinginan murid untuk melakukan kegiatan manipulatif.
6.      Prinsip individualisasi yakni penyesuaian kegiatan pembelajaran dengan perbedaan individual murid.
7.      Prinsip menemukan yakni dengan pemberian informasi pancingan agar murid terdorong untuk menemukan informasi selanjutnya.
8.      Prinsip pemecahan masalah yakni murid peka untuk menemukan dan atau merumuskan masalah, dan mencari cara pemecahannya
Penerapan berbagai prinsip belajar tersebut di atas dalam pembelajaran di SD-MI akan dapat meningkatkan derajat keterlibatan murid dalam proses pembelajaran, dengan kata lain, derajat Pendekatan CBSA lebih tinggi. Untuk mewujudkan hal itu, terdapat beberapa rambu-rambu yang harus diperhatikan guru dalam penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran dan atau pelaksanaan pembelajaran itu. (Sulo Lipu La Sulo, dkk, 2002: 11) antara lain:

1.      Mengupayakan variasi kegiatan dan suasana pembelajaran dengan penggunaan berbagai strategi/metode/teknik dalam pembelajaran, seperti variasi pengorganisasian murid dalam pembelajaran (individual, kelompok berpasangan, kelompok kecil, dan atau klasikal), variasi penggunaan metode (ceramah, tanya jawab, penugasan individual/kelompok, diskusi. dsb).
2.      Menumbuhkan prakarsa murid untuk aktif dan kreatif dalam kegiatan pembelajaran, umpamanya dengan memberi peluang untuk bebas berpendapat (dalam curah pendapat/brainstorming), menghargai pendapat yang berbeda, dsb.
3.      Mengembangkan berbagai pola interaksi dalam pembelajaran, baik antara guru dan murid, maupun antar murid, serta variasi interaksi dengan sumber belajar yang tersedia (cetakan, rekaman, lingkungan sekitar, dsb).
4.      Menyediakan dan menggunakan berbagai sumber belajar, baik yang dirancang (by design: media/alat peraga) maupun yang dimanfaatkan (utilization, sesuatu seperti museum yag ada di sekitar untuk dijadikan sumber belajar).
5.      Pemantauan yang intensif dalam kegiatan pembelajaran dan yang diikuti dengan pemberian balikan yang spesifik dan dengan segera.
Kajian tentang rambu-rambu perwujudan pendekatan CBSA dengan penekanan pada keterlibatan mental, utamanya cognitive engagement, oleh T. Raka Joni (1993: 68-72) ditinjau dari beberapa segi, sebagai berikut:

1.      Dari segi guru, dalam pembelajarannya tertampilkan:

a.       Guru meyediakan pijakan (cognitive anchoring) dan tuntunan (cognitive scaffolding) yang dapat membantu murid memberi makna terhadap pengalaman belajarnya:.

-          pijakan kognitif adalah gagasan dasar bidang studi yang sedang dipelajari yang berfungsi sebagai pengait antara yang sedang dipelajari dengan yang telah diketahui

-          tuntunan kognitif adalah informasi/bantuan (konseptual, prosedural) tambahan yang diberikan selama pembelajaran berlangsung sebelum murid dilepas dalam kegiatan belajar mandiri;

b.   Guru menggunakan beragam kegiatan pembelajaran dengan multi metode/media/dsb sesuai dengan tujuan yang akan dicapai,Guru memberi tugas/kesempatan kepada murid untuk berbuat langsung dalam pembelajaran (mengkaji, berlatih, dll) dan dalam penerapannya.
2.      Dari segi murid, dalam pembelajaran tertampilkan:

a.       Murid bertanya/memberi pendapat,
b.      Murid   secara   langsung   melakukan   pengkajian,   pelatihan,   dan   atau
penghayatan dalam situasi sarat nilai,




c.  Ada  interaksi
antar murid,
baik yang digiring oleh guru
maupun yang
spontan,






3.  Dari  segi  pesan-pesan  kependidikan:
ada
keseimbangan
antara
tujuan
pembelajaran  dan
tujuan  yang
lebih
umum,
demi  pencapaian  tujuan  utuh
pendidikan.







4.      Dari segi penempatan diri guru dalam pembelajaran, tetap tertampilkan sesuai asas tut wuri handayani.
Perlu ditekankan bahwa penerapan berbagai prinsip belajar serta berbagai rambu-rambu yang harus diperhatikan guru seperti tersebut di atas, memerlukan prasyarat yang berkaitan dengan wawasan kependidikan guru tentang tugasnya, disertai dengan penguasaan yang memadai tentang berbagai strategi, metode, ketrampilan, teknik, dsb di dalam pembelajaran. Pengetahuan yang luas dan mendalam tentang berbagai hal tersebut akan memberi peluang yang besar untuk

D.    Indikator dalam Penerapan Pendekatan CBSA

Untuk mengetahui apakah penerapan Pendekatan CBSA dalam pembelajaran yang sedang berlangsung telah optimal, perlu diamati indikator-indikatornya. Indikator itu adalah gejala-gejala yang nampak dalam prilaku guru dan murid selama pembelajaran berlangsung, serta organisasi kegiatan, iklim, dan alat di dalam pembelajaran itu. Berbagai indikator penerapan Pendekatan CBSA itu (T.Raka Joni, 1983: 22-24; dan 1985: 19-20; Sulo Lipu La Sulo, dkk, 2002:12-13) adalah:

1.      Keterlibatan murid dalam pembelajaran, baik keterlibatan fisik maupun yang utama keterlibatan mental, seperti pengikatan diri (tersitanya perhatian dan pikiran) kepada tugas yang dihadapi, penyelesaian tugas secara tuntas yang melebihi dari apa yang diharapkan, tergugahnya emosi oleh suasana yang tersirat dalam pembelajaran, dsb.
2.      Prakarsa murid dalam pembelajaran, seperti keberanian mengemukakan pendapat tanpa diminta, mengemukakan usul dalam penetapan tujuan dan atau cara kerja , kesediaan mencari alat serta sumber belajar tambahan, dan sebagainya.
3.         Peranan guru lebih ditekankan sebagai fasilitator (penyedia dan pengelola fasilitas pembelajaran), pemantau kegiatan pembelajaran, dan selalu siap memberi balikan yang diperlukan murid (siap ulur tangan dan bukannya campur tangan, sesuai prinsip tut wuri handayani).
4.      Belajar dengan pengalaman langsung (belajar eksperiensial, experiential learning). Belajar eksperiensial dalam ranah kognitif, seperti pengenalan konsep atau prinsip dilakukan dengan peragaan langsung konsep atau prinsip itu, seperti 3X2 diragakan dengan mengambil 3 kali setiap kali 2 biji. Dan pada akhirnya dilakukan kristalisasi verbal tentang konsep itu, baik secara induktif maupn deduktif. Demikian pula dengan ranah afektif (penghayatan melalui situasi nyata ataupun buatan) dan ranah psikomotorik (latihan ketrampilan fisik, sosial, dan atau intelektual) dalam suatu situasi buatan dan atau nyata dengan diikuti balikan yang spesifik dan segera.
5.   Variasi penggunaan multi metode dan multi media dalam setiap pembelajaran yang diikuti dengan keragaman bentuk dan alat dalam kegiatan pembelajaran.
6.  Kualitas interaksi antar murid dalam pembelajaran, baik aspek intelektual maupun aspek sosio-emosional, yang akan mengembangkan kompetensi sosial, utamanya kemauan dan kemampuan bekerja sama.




Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

Popular Posts

 
Support : Arex
Proudly powered by Blogger
Copyright © 2014. Primary School Education Web - All Rights Reserved